Oleh
Z4inuddin
I.
Pendahuluan
Sudah menjadi
rahasia umum bahwa pelaksanaan pendidikan di Indonesia adalah merupakan
tanggung jawab seluruh komponen bangsa. Masyarakat harus ikut terlibat dalam
upaya menghidupkan kecerdasan bangsa ini, tidak hanya dari segi materi dan
moril saja, namun masyarakat juga harus mampu memberikan sumbangsih yang
signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Tujuan semacam inilah yang
kemudian memberikan roh-dasar bagi berdirinya lembaga-lembaga pendidikan, baik
negeri maupun swasta, sebagai wujud dari penyelenggaraan pendidikan masyarakat.
Salah satu lembaga
pendidikan yang hendak dibahas dalam tulisan ini adalah pesantren yang
merupakan Indonesian Indeginous Culture dan Indonesian Indeginous
System of Education, yang hanya ada di Indonesia dan tidak di negara lain.
II.
Pesantren: Perjalanan
Historis
Lembaga Pendidikan Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan
tertua khas Indonesia yang secara khusus menitik-beratkan pada pendidikan agama
Islam dalam segala aspeknya. Awal berdirinya pendidikan Pesantren hampir dapat
dipastikan sejalan dengan masuknya Agama Islam dan penyebaran Islam di
Indonesia atau sekitar 600 tahun yang lalu.
Pesantren juga memposisikan dirinya sebagai kekuatan moral dan tempat
masyarakat bertanya, berkonsultasi, meminta nasehat dan do’a didalam memecahkan
berbagai problem kehidupan yang dihadapi, baik dalam rangka bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Disisi lain, Pesantren juga berfungsi sebagai tempat
berlindungnya masyarakat ketika terancam, terkena musibah dan ketika tidak dapat
memecahkan problem yang dihadapi.
Dalam perjalanannya, ternyata Pesantren tidak hanya membatasi dirinya
mendidik masyarakat, tapi banyak pula menangani berbagai hal yang berkaitan
dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakatnya. Di zaman sebelum penjajahan
Belanda, Pesantren lebih menitik-beratkan sebagai pusat penyebaran Islam dan
tempat mendidik/mencerdaskan masyarakat. Pada zaman penjajahan ini pula,
Pesantren tidak hanya melakukan kegiatan mendidik masyarakat, tapi juga
berperan sebagai tempat berlatih, berhimpun dan berlindungnya para pejuang
serta bersama-sama pejuang melawan dan mengusir penjajah dari Bumi Nusantara,
guna mencapai kemerdekaan dan demi mempertahankan tegaknya Agama Islam, menjaga
keutuhan dan keselamatan Ummat Islam dari kezaliman penjajah.
Di zaman kemerdekaan, peran dan kontribusi pesantren sebagai kekuatan
moral sangat besar didalam mengisi kemerdekaan melalui kegiataan pendidikan
guna mencerdaskan masyarakat, disamping berperan juga sebagai Motivator,
Mediator, Katalisator, dan Stabilisator Pembangunan di dalam membantu suksesnya
program-program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Bahkan di era
reformasi ini, banyak aktifis Pesantren yang ambil bagian dalam kegiatan,
Politik Praktis mengisi jabatan di Eksekutif dan Legislatif.
Mukernas V RMI (Rabithah al-Ma’hadiyah al-Islamiyah) No.
03/Mukernas V/1996 meneguhkan komitmen
eksistensi pesantren sebagai berikut,
- Bahwa pada dasarnya pondok pesantren adalah lembaga tafaqquh fid-din, yang mengemban misi meneruskan risalah Nabi Muhammad SAW. sekaligus melestarikan ajaran Islam yang berhaluan Ahlu as-Sunnah wal al-Jama’ah ’ala Thariqoh Madzahib al-Arba’ah.
- Bahwa berdasarkan sejarahnya, pondok pesantren sesungguhnya mempunyai tiga peran dan fungsi yang dilaksanakan secara serentak dengan dijiwai watak kemandirian dan semangat kejuangan, yakni:
a.
Sebagai lembaga
pendidikan dan pengembangan ajaran Islam, pondok pesantren ikut bertanggung
jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mempersiapkan sumber daya manusia
Indonesia yang memiliki ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang handal, serta
dilandasi dengan iman dan takwa yang kokoh.
b.
Sebagai lembaga
perjuangan dan dakwah Islamiyah, bertanggung jawab mensyi’arkan agama Allah
dalam rangka izzul Islam wa al-muslimien sekaligus ikut berpartisipasi aktif
dalam membina kehidupan ummat beragama serta meningkatkan kerukunan antar ummat
beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c.
Sebagai lembaga
pemberdayaan dan pengabdian masyarakat, pondok pesantren berkewajiban
mendarma-baktikan peran, fungsi dan potensi yang dimilikinya guna memperbaiki
kehidupan serta memperkokoh pilar-pilar eksistensi masyarakat Indonesia yang
adil, beradab, sejahtera, dan demokratis, berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945.
Berdasarkan alur sejarahnya, tujuan konkret berdirinya pesantren dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori berikut, (1) Menyiapkan santri
mendalami dan menguasai ilmu agama Islam atau lebih dikenal (Muttafaquh
fiddien). Dengan tujuan ini, pesantren berharap agar santri dapat menjadi
kader-kader ulama yang turut ikut serta dalam mencerdaskan bangsa Indonesia.
(2) Mendakwahkan dan menyebarluaskan agama Islam. Karena, para santri diyakini
oleh masyarakat sudah mempunyai bekal keagamaan. Jadi, dengan tujuan ini
pesantren berharap agar santri dapat mengamalkan ilmu yang ia dapat dari
pesantren dan mendakwahkan serta menyebarluaskan agama Islam atas kemampuan
santri itu sendiri. (3) Sebagai benteng pertahanan umat dalam bidang akhlak.
Sejalan dengan hal inilah, materi yang diajarkan di pondok pesantren semua
terdiri dari materi agama yang langsung digali dari kitab-kitab klasik yang
berbahasa Arab. (4) Berupaya mengembangkan dan meningkatkan pengembangan
masyarakat di berbagai sektor kehidupan.
III. Transformasi Global
Proses
transformasi global yang dipicu oleh kekuatan sains, teknologi, informasi, dan
transportasi, serta dengan akan diberlakukannya pasar bebas (free market) telah
membawa dampak yang sangat luas terhadap wacana kehidupan masyarakat. Perubahan
sosial yang terjadi selama ini telah menyentuh berbagai bidang kehidupan
masyarakat, terutama masuknya nilai-nilai dan paradigma Barat ke dalam
negara-negara berkembang telah mempengaruhi konstalasi teologis masyarakat yang
dulunya taat beribadah menjadi masyarakat yang jauh dari nilai-nilai agama. Hal ini sangat berlawanan arah dengan norma dan pedoman
tingkah laku bangsa Indonesia yang secara sosio-historis merupakan pemeluk
agama yang taat.
Penetrasi budaya yang sarat dengan nilai-nilai Barat
telah menjadikan arus informasi menjadi satu arah, dimana dalam kenyataannya,
gagasan-gagasan yang ditelurkan mudah diomongkan ketimbang direalisasikan.
Sehingga para penghuni dunia ketiga hanya dibanjiri informasi searah yaitu dari
Barat, kemudian kesan yang didapat dari fenomena ini adalah bahwa dunia ketiga
merupakan dunia yang penuh dengan kekerasan, kelaparan dan kebodohan. Sedangkan
dunia Barat adalah dunia yang gemerlap, beradab, mewah, dan terpelajar.
Seolah-olah keberadaan dunia ketiga telah berada dalam kendali dan cengkeraman
tangan-tangan Barat. Hal ini terbukti dengan sikap pemerintah yang selalu
bergantung kepada bantuan IMF yang dikendalikan oleh orang-orang Eropa.
Globalisasi yang menggelinding telah menampilkan corak
hubungan antara negara-negara maju dan negara berkembang yang masih ditandai
oleh polarisasi kuat-lemah (superior-inferior). Hal ini bisa menyebabkan
terjadinya transformasi budaya yang timpang, sehingga pada akhirnya menimbulkan
”keterkejutan budaya” (cultural shock) terhadap bangsa yang lemah ketahanan
budayanya. Sebagai dampaknya, bangsa tersebut mengalami kegamangan budaya yang
kemudian terjebak ke dalam persepsi menghebatkan budaya bangsa lain khususnya Barat.
IV.
Transformasi Moral: Ikhtiar Resistensif atas Dampak
Globalisasi
Dapat ditarik beberapa point penting yang harus mendapat perhatian lebih
banyak, mengingat efek industrialisasi dan globalisasi terhadap budaya
masyarakat, yaitu:
- Pemberdayaan.
Perubahan masyarakat
agraris menjadi masyarakat industri akan menimbulkan – paling tidak – beberapa
krisis dalam masyarakat, diantaranya: pertama, perasaan tertinggal atau
tersisih karena tidak dapat mengikuti perubahan; kedua, perasaan tidak mendapat
tempat dalam tatanan sosial; dan ketiga, perasaan kehilangan pegangan dan
identitas. Akibatnya, masyarakat dengan sendirinya akan menjadi manusia-manusia
dengan watak individualisme, konsumerisme dan sekulerisme yang pada hakikatnya
tidak sesuai dengan tradisi dan tata nilai budaya masyarakat ketimuran.
Perubahan adalah satu unsur budaya. Perubahan adalah implikasi logis dan konsekuensi praktis
dari “kreativitas”. Dan jika ini dipremiskan menjadi demikian, tanpa ada
kreatifitas, tidak ada perubahan. Al-Qur’an menginformasikan kepada kita bahwa
manusia diberi peluang yang amat longgar untuk menciptakan perubahan-perubahan
bagi mereka.
Pembangunan yang kita
harapkan bisa kita lakukan mulai sekarang dan tidak boleh ditunda-tunda lagi
ialah perubahan yang menjurus kepada reformasi, perbaikan yang dikenal dalam
Bahasa Arab dengan istilah Al-Ishlah (ÇáĹŐáÇÍ ) yang sesungguhnya
merupakan inti misi para Rasul. Dalil ayat Al-Qur'an :
Ĺä ĂŃíĎ ĹáÇ ÇáĹŐáÇÍ ăÇ ÇÓĘŘÚĘ ćăÇ ĘćÝíŢí ĹáÇ ČÇááĺ Úáíĺ ĘćßáĘ ćĹáíĺ ĂäíČ (ÇáĺćĎ :88)
Karenanya,
pemberdayaan masyarakat disini diarahkan pada proses penanaman dan penghayatan
iman dan takwa oleh masing-masing individu dan kelompok masyarakat disamping
penciptaan kemampuan hidup (life skill) masyarakat dalam merespon dampak-dampat
riil industrialisasi tersebut.
- Pendidikan.
Rasulullah pernah bersabda bahwa kejayaan
dunia hanya dengan ilmu, kejayaan akhirat hanya dengan ilmu dan kejayaan dunia
dan akhirat sekaligus juga dengan ilmu. Karenanya, pendidikan sebagai
latar-depan gerak maju sebuah peradaban umat manusia haruslah benar-benar
digalakkan demi terciptanya sebuah komunitas manusia yang capable dan akseptable.
Dalam upaya
pendidikan, disamping pengokohan dan pendalaman akidah akhlak karimah (iman dan
takwa), hendaknya masyarakat juga diarahkan pada aspek penguasaan tekhnologi
dan informasi. Upaya ini diharapkan mampu menjadi daya filterisasi atas setiap
budaya yang masuk yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan etika kultural
kita.
Konkretnya, beberapa
upaya konkret yang dapat dilakukan diantaranya:
a.
Meningkatkan
kesadaran terhadap pentingnya pendidikan anak usia sekolah baik di lingkungan
sekolah, madrasah maupun pesantren agar bisa mengejar ketinggalan dalam bidang
yang amat fatal ini. Dan memberikan dukungan moral-materiil sepenuhnya bagi
lembaga pendidikan yang ada, terutama pesantren, agar bisa meningkatkan
kemampuan dan kapabilitasnya dalam melaksanakan misi sucinya.
b.
Menyiapkan sarana dan
prasarana pelatihan dan lembaga pendidikan kejuruan di setiap kabupaten serta meningkatkan
kualitas kinerja yang ada sesuai dengan tuntutan proyek yang yang direncanakan.
c.
Perlunya
diintensifkan usaha peningkatan kemampuan leadership dan manajemen pelaku
pembangunan dari berbagai sektor sehingga bisa mengantisipasi persaingan global
dan era ekonomi bebas dengan tetap mempertahankan jati diri yang agamis dan
mulia berlandaskan Iman dan Taqwa.
Beberapa tawaran
diatas memang-lah harus menjadi agenda penting sebuah pesantren yang nota
bene-nya sebagai Indonesian Indeginous System of Education, dengan peran
aktifnya sebagai motivator, innovator dan dinamisator masyarakat pasca
kemerdekaan Indonesia dan gerakan pembangunan yang berkesinambungan.
V.
Penutup
Dengan beberapa tawaran ini, agaknya pesantren masih harus berjuang
serius untuk mampu memberikan respon yang tepat terhadap dampak-dampak global.
Akan tetapi, upaya itu semua akan terasa sangatlah lambat jika tidak ada
bantuan dan dukungan dari semua pihak. Semoga tawaran-tawaran dapat
membantu pesantren menemukan ruang yang
cukup cerah untuk menatap dan memaknai masa depannya dengan baik dan benar. Amien
ya rabbal ‘alamien.
REFERENSI
Din Syamsuddin, Agenda Perkembangan SDM
menghadapi tantangan Abad 21: Peran Generasi Muda Islam, makalah
disampaikan dalam peringatan kesyukuran 45 tahun Al-Amien Prenduan, 27 Desember
1996.
H. M. Irsjad Djaweli, Pembaruan Kembali
Pendidikan Islam, dalam Ali Nurdin dan Herman Fauzi (ed.), (Jakarta:
Yayasan Karsa Utama Mandiri dan Pengurus Besar Mathla’ul Anwar, 1998)
Jalaluddin Rahmat, Generasi Muda di
Tengah Arus Perkembangan Informasi, dalam Idy Subandi Ibrahiem (ed.), Ecstacy
Gaya Hidup, (Jakarta: Mizan, 1997).
Sutomo Djokosujoso, Aktualisasi
Pendidikan Islam dalam Era PJPT II, makalah disampaikan dalam seminar
sehari di TMI Al-Amien Prenduan, 25 Juli 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar