Jumat, 30 Januari 2015

Elegi buat Sang Nabi Sayyidina Ali bin Abi Thalib




Mungkinkah setelah Nabi dikafani dan dibaringkan

kami menikmati kehidupan dan mendapati hiburan



Sungguh telah kami tanggung derita, Ya Rasul Allah

selama hidup kami, belum pernah ada bencana sebesar ini



Dahulu engkau benteng perkasa bagi kami

lindungan dan naungan dari musuh kami



Dahulu dalam pandanganmu, kami lihat cahaya dan pedoman

dari pagi sampai petang, sejak siang hingga malam



Sekarang kegelapan menyelimuti kami bahkan di waktu siang

setelah kepergianmu, kepekatan gelita menambah kelam



Wahai insan terbaik yang mengisi jantung dan hati

wahai jasad termulia yang dipeluk debu dan duli



Seakan keadaan manusia sepeninggalmu

Bak bahtera dihempaskan julang gelombang samudera



Bumi menghimpit menyesakkan dada

ketika dikatakan Rasulullah telah tiada



Runtunan musibah menimpa kaum Muslimin

bak pecahan batu yang tak mungkin disambung padu



Bak ikatan kuat yang tak mungkin dilepaskan

Bak tukang rapuh yang tak mungkin disembuhkan



Setiap kali menjelang salat, kami diguncang Bilal

yang melantunkan kenangan, setiap kali ia berazan



Ketika orang-orang mencari warisan yang mati

Pada kami carilah pedoman dan warisan Nabi





Puisi ini disampaikan Imam Ali untuk mengenang saat ketika ia berbaring di ranjang Nabi, pada malam Hijrah.



Dengan diriku, kujaga sebaik-baiknya manusia yang menginjak debu

dan sebaik-baiknya orang yang tawaf di rumah tua dan Hijr Ismail



yakni Muhammad ketika menghadapi orang yang makar kepadanya

lalu Allah melindunginya dari segala tipu daya



kulewatkan malam mengawasi mereka ketika mengepungku

dan diriku sudah pasrah untuk dibunuh atau dijadikan tawanan



Rasulullah lewatkan malam di gua dengan tenteram

di sana dalam lindungan dan tirai Tuhan



ia tinggal di sana tiga hari

dan memasang kendali untanya



ia meninggalkan gua

menyibakkan kerikil yang dilewatinya



aku ingin membela Tuhan

dengan segala kesungguhan



aku sembunyikan dia

sampai aku berkalang tanah





diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah saw berangkat untuk perang Tabuk, beliau mengangkat Imam Ali sebagai wakil beliau di Madinah. Ali mengikutinya dari belakang sambil berkata, “Ya Rasul Allah, orang Quraisy menduga bahwa engkau meninggalkan aku untuk memberatkan aku. Rasulullah saw bersabda: masih juga umat itu menyakiti para nabinya, ya Ali tidakkah engkau ridha memiliki kedudukan terhadapku, seperti Harun terhadap Musa. Hanya tidak ada nabi sesudahku.” Lalu Imam Ali, menggumamkan syair:



Ah, semoga Allah jauhkan orang-orang munafik

yang sibuk dalam kebohongan dan kebatilan



Mereka berkata kepadaku, Rasul sudah membencimu

ia tinggalkan kamu bersama orang-orang yang tidak mau berjuang



Semua itu hanyalah karena Nabi

ingin membiarkan kamu sendiri



Aku berangkat dengan pedang  di pundakku

menemui Pemimpin yang kasih bijak bestari



Bergetar kalbunya ketika melihatku

dan berkata semesra kata saudara sejati



Apakah perlu kusampaikan apa yang sudah jelas bagiku

tentang kedustaan orang-orang yang dengki berakhlak keji



Berkatalah saudaraku, “Engkau bagiku

seperti Harun bagi Musa, walau bukan Nabi pengganti.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar