Jumat, 30 Januari 2015

Takwa dalam Al-Quran


Al-Tanwir No. 181 - Edisi: 25 Februari 2001/ 2 Dzulhijjah 1421 H

KH. Jalaluddin Rakhmat

Orang yang takwa dalam Al-Quran adalah manusia ideal, kekasih Tuhan. “Ketahuilah, sungguh para kekasih-Nya itu adalah orang-orang yang takwa.” (QS. Al-Anfal; 34) Ibadat diwajibkan agar orang menjadi takwa. Derajat manusia ditentukan oleh ketakwaannya. Sebagian arifin berkata: Sesungguhnya kebaikan dunia dan akhirat dihimpunkan dalam satu kata; takwa. Karena itu, banyak ayat Al-Quran yang menjanjikan segala kebaikan –duniawi dan ukhrawi, lahir dan batin- untuk orang yang takwa. Sayyid Qasim Syubbar[1], secara singkat mendaftar 12 keutamaan orang takwa:
Pujian dan penghargaan dari Allah swt: “Jika kamu bersabar dan bertakwa maka demikian itu termasuk perkara yang sangat menentukan.” (QS. Ali Imran; 186)
Penjagaan dan pemeliharaan: “Jika kamu bersabar dan bertakwa, tidak akan memperdayakan kamu tipuan mereka sedikit pun.” (QS. Ali Imran; 120)
Bantuan dan pertolongan: “Sesungguhnya Tuhan bersama orang-orang yang takwa.” (QS. Al-Nahl; 128)
Jalan keluar dari segala kesulitan dan rezeki yang halal: “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, Allah jadikan baginya jalan keluar dan Allah beri dia rezeki dari tempat yang tidak terduga.” (QS. Al-Thalaq; 2-3)[2]
Memperbaiki amal: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlan ucapan yang benar. Nanti Allah memperbaiki amal-amal kamu.” (QS. Al-Ahzab; 70-71)
Ampunan dosa: Setelah ayat di atas “dan mengampuni dosa-dosa kamu”.
Memperoleh dan memastikan kecintaan Allah: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Al-Tawbah; 4,7)
Amal-amal diterima: “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah; 27)
Kemuliaan dan ketinggian derajat: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling takwa.” (QS. Al-Hujurat; 13)
Diberikan kabar gembira di dunia dan di akhirat: “Orang-orang yang beriman dan keadaan mereka bertakwa. Bagi mereka kabar gembira dalam kehidupan dunia dan di akhirat.” (QS. Yunus; 63-64)
Keselamatan dari neraka: “Kemudian kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam; 68)
Kekekalan di surga: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Allah dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran; 133)
Saya ingin menambahkan lima keutamaan lainnya yang dianugrahkan Tuhan bagi orang yang bertakwa:
Bantuan gaib berupa kedatangan malaikat: “Ya, bila kamu bersabar dan bertakwa dan mereka menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.” (QS. Ali Imran; 125)
Kemudahan dalam berbagai urusan: “Maka barangsiapa yang memberikan hartanya dan bertakwa; dan membenarkan pahala yang terbaik; maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al-Layl; 5-7) Dibukakan keberkahan dari langit dan bumi: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf; 96)
Tidak takut dan tidak berdukacita: “Sebahagian diberinya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-A’raf; 30)
Diberikan ilmu dan pemisah antara benar dan salah: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqân dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Anfal; 29); “Dan bertakwalah kepada Allah, Allah akan mengajarimu. Dan Allah MahaMengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah; 282)
Dibukakan keberkahan dari langit dan bumi: “Jika sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa kami bukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf; 96)
Karena begitu mulianya orang yang takwa, Tuhan memberikan banyak penjelasan dalam Al-Quran berkenaan dengan karakteristik takwa. Takwa tidak diambangkan menjadi kata abstrak yang penafsirannya diserahkan kepada definisi para ulama. Paling tidak, dalam empat tempat dalam Al-Quran[3] Tuhan memperinci makna takwa, hampir-hampir sangat operasional.
Karakteristik Orang Bertakwa dalam Al-Quran Sangat menakjubkan bahwa ayat-ayat pertama yang menjelaskan karakteristik takwa dalam Al-Quran adalah ayat-ayat yang paling komprehensif. Ayat-ayat lainnya hanya memberikan penjelasan tambahan. Karena itu, pembahasan dalam makalah ini dipusatkan pada tafsir Al-Baqarah; 1-4:
1. Alif Lam Mim.
2. Kitab al-Quran ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang takwa.
3. Yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib yang mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian rezeki yang kami anugrahkan kepada mereka.
4. Dan mereka yang beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat.
Dari rangkaian ayat di atas kita dapat menyebutkan tiga karakteristik utama manusia takwa: keimanan kepada yang gaib, hubungan akrab dengan Tuhan, dan perkhidmatan kepada manusia.[4]

Keimanan kepada yang gaib.
Seluruh perilaku orang yang bertakwa ditegakkan di atas sebuah pandangan dunia, worldview, bahwa di balik dunia yang material ini ada dunia yang lebih luas lagi. Tidak ada makna apa pun bagi perbuatan manusia yang baik seperti salat, zakat, dan kebajikan lainnya tanpa pijakan pada keyakinan akan yang gaib. Bahkan keimanan kepada Tuhan sekali pun harus dimulai dengan pandangan dunia ini. Peringatan Tuhan –dan petunjuk Tuhan- hanya akan diterima oleh orang yang percaya kepada yang gaib: “Sungguh telah kami berikan kepada Musa, Harun, furqân, dan penerangan serta peringatan bagi orang yag bertakwa; yakni, orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka berdasarkan keimanan kepada yang gaib dan mereka merasa takut akan tibanya hari kiamat.” (QS. Al-Anbiya; 48-49); “Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya berdasarkan keimanan kepada yang gaib dan mendirikan salat dan barangsiapa mensucikan dirinya sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri dan kepada Allah-lah kembalimu.” (QS. Fathir; 18); “Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yamg mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah berdasarkan keimanan kepada yang gaib. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS. Yasin; 11); “Yaitu orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah berdasarkan keimana kepada yang gaib dan dia datang denga hati yang bertaubat.” (QS. Qaf; 33)
Dr Muhammad Shadiqi[5] menjelaskan “orang-orang yang beriman kepada yang gaib” sebagai berikut:
Iman secara harfiah berarti meletakkan dirimu dalam ketenangan dan ketentraman. Kehidupan dunia dan segala perhiasannya selalu berubah dan berakhir dengan kebinasaan. Beriman kepada kehidupan dunia saja akan menambah kecemasan dan kegelisahan. Sedangkan keimanan kepada yang gaib –kegaiban uluhiah hari akhir dan wahyu- adalah keimanan yang menentramkan manusia yang memberikannya ketenangan dari segala kecemasan: ketahuilah dengan zikir kepada Allah hati menjadi tentram.
Percaya kepada yang gaib artinya keimanan kepada yang gaib dari panca indra mereka berupa hal-hal yang mengharuskan kita mempercayainya seperti kebangkitan, perhitungan, surga, neraka, tauhid dan semua hal yang tidak diketahui dengan kesaksian tetapi diketahui dengan petunjuk (dalil-dalil).
Keimanan kepada yang gaib dari panca indra hewani adalah hal yang membedakan manusia dari binatang yang lain di atas alat indranya manusia mempunyai akal. Dengan akallah dia mengetahui apa yang tidak diketahui alat indra. Sesungguhnya akal dan alat indra bekerja sama untuk membenarkan yang gaib dari panca indra sebagimana keduanya juga bekerja sama dalam pengetahuan empiris. Pengetahuan indra saja tidak mencukupi walaupun untuk pengetahuan empiris. Begitu pula semata-mata akal tidak cukup bahkan untuk membenarkan yang gaib sekalipun kecuali sedikit saja.
Membatasi persepsi hanya kepada alat-alat indra saja sangat reduksionis. Membatasi pada akal saja terlalu berlebihan. Karena itulah kita melihat ayat-ayat yang menghimpun antara akal dan indra untuk mencapai keimanan kepada yang gaib; berdasarkan petunjuk ayat-ayat yang indrawi dan ayat-ayat diri yang tidak indrawi: akan kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat kami di alam semesta dan dalam diri mereka sampai jelaslah bagi mereka bahwa Dia itu benar (QS. Fushshilat; 53)
Tafsir Al-Shadiqi ini mengingatkan kita pada konsep evolusi manusia dari Gary Zukav[6]. Ia membedakan antara “five-sensory human” dan “multisensory human”:
We are evolving from five-sensory humans into multisensory humans. Our five senses, together, form a single sensory system that designed to perceive physical reality. The perception of multisensory human extend beyond physical reality to the larger dynamical systems of which our physical reality is a part. The multisensory human is able to perceive and to appreciate, the role that our physical reality plays in a larger picture of evolution, and the dynamic by which our physical reality is created and sustained. This realm is invisible to the five-sensory human.
Kita berevolusi dari “five-sensory human” (manusia berpanca indera) menjadi “multisensory human” (manusia bermulti indera). Kelima indera kita, secara bersama-sama membentuk sebuah sistem indera tunggal yang dirancang untuk mencerap realitas jasmaniah. Multisensory human mencerap tidak saja realitas fisik, tetapi juga realitas dinamis yang jauh lebih besar, di mana realitas fisik hanyalah salah satu bagiannya. Multisensory human mampu mencerap dan merasakan peranan
(Kita berevolusi dari “five sensory humans” menjadi “multisensory humans”. Kelima indera kita, bersama-sama membentuk sebuah sistem indera tunggal yang dirancang untuk menerima kenyataan jasmani.
It is in this invisible realm that the origins of our deepest values are found. From the perspective of this invisible realm, the motivations of those who consciously sacrifice their lives for higher purposes makes sense, the power of Gandhi is explicable, and the compassionate act of the Christ are comprehensible in a fullness that is not accessible to the five sensory human....
From the perception of the five sensory human, we are alone in a universe that is physical. From the perception of the multisensory human, we are never alone, and the Universe is alive, conscious, intelligent, and compassionate. From the perception of the five sensory human, the physical world is an unaccountable given in which we unaccountably find ourselves, and we strive to dominate it so that we can survive. From the perception of the multisensory human, the physical world is a learning environment that is created jointly by the souls that share it, and everything that occurs within it serves their learning. (Bersambung)

Makalah KH. Jalaluddin Rakhmat dalam Klub Kajian Agama (Paramadina) berjudul Takwa di dalam Al-Quran

[1] Sayyid Qasim Syubbar. Al-Mu’minun fi Al-Quran. 1:45. Qum: Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1411.
[2] Rasulullah saw berpesan kepada Abu Dzar: Sekiranya manusia mengambil ayat ini cukuplah itu bagi mereka. Dalam hadis lain, Nabi menjelaskan bahwa meberikan “jalan keluar” artinya dari segala kesulitan dunia dan akhirat ( Lihat Syubbar, ibid.).
[3] Al-Baqarah 2:1-4; Al-Baqarah 2:177; Ali Imran 3: 133-136; Al-Dzariat 51:17.
[4] Sayyid Kamal Faghih Imani et al. An Enlightening Commentary into the Light of The Holy Quran. Isfahan: Imam Ali Public Library, 1999. I:76-85, menyebutkan ketiganya dengan kata-kata: Faith in The Unseen, Relationship with Allah and Relationship with People
[5] Muhammad Shadiqi. Al-Furqan fi Tafsir Al-Quran bi Al-Quran wa al-Sunnah. Teheran: Farhangg-Islami, 1406. I: 171.
[6] Gary Zukav. The Seat of the Soul. New York: Simon and Schuster, 1990, hlm 27-28

http://www.muthahhari.or.id/doc/altanwir/default.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar