A. ASAL-USUL
KEJADIAN MANUSIA
Sejak awal kehadirannya, Islam telah memberikan perhatian yang amat besar
terhadap penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran dalam arti
seluas-luasnya. Hal ini antara lain
dapat dilihat pada apa yang secara normatif-teologi ditegaskan dalam Alquran
dan Assunnah, dan pada apa yang secara empiris dapat dilihat dalam
sejarah. Secara normatif-teologis,
sumber ajaran Islam, Alquran dan Assunnah yang diakui sebagai pedoman hidup
yang dapat menjamin keselamatan hidup di dunia dan akhirat, amat memberikan
perhatian yang besar terhadap pendidikan.
Alquran melihat pendidikan sebagai sarana yang amat strategis dan ampuh
dalam mengangkat harkat dan martabat manusia dari keterpurukannya sebagaimana
dijumpai di abad jahiliyah. Hal ini
dapat dipahami karena dengan pendidikan seseorang akan memiliki bekal untuk
memasuki lapangan kerja merebut berbagai kesempatan dan peluang yang
menjanjikan masa depan, penuh percaya diri dan tidak mudah diperalat oleh
manusia lain.
Sejalan dengan itu, Alquran menegaskan tentang pentingnya tanggungjawab
intelektual dalam melakukan berbagai kegiatan.
Dalam kaitan ini, Alquran selain menganjurkan manusia untuk belajar
dalam arti seluas-luasnya hingga akhir hayat mengharuskan seseorang agar
bekerja dengan dukungan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilah yang
dimiliki. Pekerjaan yang dilakukan tanpa
dukungan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan dianggap tidak sah, bahkan
akan
mendatangkan kehancuran. Bersamaan
dengan itu dalam Islam seorang yang berilmu juga diwajibkan mengamalkan
(mengajarkan) ilmu yang dimilikinya kepada orang lain.
Alquran yang sudah turun sejak lima belas abad yang lalu ternyata belum
dipahami dan dipraktekkan oleh Ummat Islam pada umumnya, dan Ummat Islam
Indonesia pada khususnya. Kesenjangan
ini boleh jadi karena ummat Islam Indonesia belum banyak yang memahami tentang
kandungan ajaran Alquran dan Assunnah itu, dan secara khusus belum banyak ulama
yang memberikan fokus peerhatian terhadap kajian pendidikan dari perspektif
Alquran.
Berdasarkan pada
pemikiran tersebut di atas, tulisan ini akan mengkaji Surat Al-'Alaq dalam
hubungannya dengan masalah pendidikan yang meliputi tujuan pendidikan, kurikulum,
metode, pendidik, sarana prasarana dan evaluasi serta kemungkinan penerapannya
di Indonesia.
B. KANDUNGAN SURAT AL-'ALAQ
Kandungan surat Al-'Alaq
selengkapnya berbunyi :
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ(1)
"Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah". (Q.S.
Al-'Alaq : 1)
Ayat tersebut dapat ditafsirkan
sebagai berikut:
- Pertama,
huruf-huruf dan kalimat yang
satu dengan kalimat lainnya dan membentuk suatu baacaan. Sedangkan menurut Al-Maraghi secara harfiah
ayat tersebut dapat diartikan jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat
kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu, walaupun sebelumnya
engkau tidak dapat melakukannya. Selain
itu ayat tersebut juga mengandung perintah agar manusia memiliki keimanan,
yaitu berupa keyaqinan terhadap adanya kekuasaan dan kehendak Allah, juga
mengandung pesan ontologis tentang sumber ilmu pengetahuan. Pada ayat tersebut Allah SWT menyuruh Naabi
Muhammad SAW agar membaca. Sedangkan
yang dibaca itu objeknya bermacam-macam, yaitu ada yang berupa ayat-ayat yang
tertulis sebagimana Surat Al-'Alaq itu sendiri, dan dapat pula ayat-ayat Allah
yang tidak tertulis seperti yang terdapat pada alam jagat raya dengan segala
hukum kausalitas yang ada di dalamnya dan pada diri manusia. Berbagai ayat tersebut jika dibaca dalam arti
ditelaah, diobservasi, diidentifikasi, dikategorisasi, dibandingkan, dianalisa
dan disimpulkan dapat menghasilkan ilmu pengetahuan. Membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam
Alquran dapat menghasilkan ilmu agama Islam seperti Fiqih, Tauhid, Akhlaq dan
sebagainya. Sedangkan membaca ayat-ayat
Allah yang ada di jagat raya dapat menghasilkan sains seperti fisika, biologi,
kimia, astronomi, geologi, botani, dan lain sebagainya. Selanjutnya dengan membaca ayat-ayat Allah
yang ada dalam diri manusia dari segi fisiknya menghasilkan sains seperti ilmu
kedokteran dan ilmu tentang raga, dan
dari segi tingkah lakunya menghasilkan ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi,
antropologi dan laian sebagainya. Sedang dari segi kejiwaannya menghasilkan
ilmu jiwa. Dengan demikian karena obyek
ontologi seluruh ilmu tersebut adalah ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya ilmu
itu pada hakekatnya milik Allah, dan harus diabdikan untuk Allah. Manusia hanya menemukan dan memanfaatkan
ilmu-ilmu tersebut. Pemanfaatan
ilmu-ilmu tersebut harus ditujukan untuk mengenal, mendekatkan diri dan
beribadah kepada Allah SWT. Dengan
demikian ayat pertama surat Al-'Alaq ini terkait erat dengan obyek, sasaran dan
tujuan pendidikan.
- Kedua, ayat berbunyi :
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ(2)
"Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah". (Q.S. Al-'Alaq : 2)
Secara harfiah kata Al-'Alaq
yang terdapat pada ayat tersebut menurut Al-Raghib al-Asfahari berarti al-damm
al-jamid yang berarti darah yang beku.
Sedangkan menurut al-Maraghi, ayat tersebut menjelaskan bahwa Dialah
(Allah) yang menjadikan manusia dari segumpal darah menjadi makhluk yang paling
mulia, dan selanjutnya Allah memberikan potensi (al-qudrah) untuk berasimilasi dengan
segala sesuatu yang ada di alam jagat raya selanjutnya bergerak dengan
kekuasaan-Nya, sehingga ia menjadi makhluk yang sempurna, dan dapat menguasai
bumi dengan segala isinya. Kekuasaan
Allah itu telah diperlihatkan ketika Dia memberikan kemampuan membaca kepada
Nabi Muhammad SAW, sekalipun sebelum itu ia belum pernah belajar membaca. Dengan demikian ayat ini memberikan informasi
tentang pentingnya memahami asal-usul dan proses kejadian manusia dengan
segenap potensi yang ada dalam dirinya.
Penjelasan tentang asal-usul dan proses kejadian manusia ini lebih lanjut
dijelaskan dalam ayat yang berbunyi :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ(12)ثُمَّ
جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ(13)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً
فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ
لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ(14)
"Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta
Yang Paling Baik". (Q.S.
Al-Mukminuun: 12-14)
Proses kejadian manusia
sebagaimana dikemukakan dalam ayat-ayat tersebut telah terbukti sejalan dengan
apa yang dijelaskan berdasarkan analisis ilmu pengetahuan. Namun yang terpenting dari itu bukanlah
terletak pada ditemukannya kesesuaian antara ajaran Alquran dengan ilmu
pengetahuan tetapi yang terpenting adalah agar timbul kesadaran pada manusia,
bahwa dirinya adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT dan selanjutnya ia
harus mempertanggung jawabkan perbuatannya kelak di akhirat. Kesadaran ini selanjutnya diharapkan dapat menimbulkan
sikap merasa sama dengan manusia lainnya (egaliter), rendah hati, bertanggu
jawab, beribadah dan beramal saleh.
Selanjutnya kalimat khalqan
akhar (makhluk yang berbentuk lain) yang terdapat pada ayat tersebut di
atas menunjukkan bahwa di samping manusia memiliki unsur fisik sebagaimana
dimiliki makhluk lainnya. Namun ia juga
memiliki potensi lain. Menurut H.M.Quraish
Shihab, bahwa potensi lain itu adalah adanya unsur ilahiyah (ruh ilahiyah) yang
dihembuskan Tuhan pada saat bayi berusia empat bulan dalam kandungan. Perpaduan unsur fisik-jasmaniah dengan unsur
Psikis-rohaniyah inilah yang selanjutnya membentuk manusia. Dari sini pula
selanjutnya manusia dianugerahi potensi jasmaniyah pancaindera berupa
penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan; dan potensi rohaniah berupa
dorongan, naluri dan kecenderungan seperti kecenderungan beragama,
bermasyarakat, memiliki harta, penghargaan, kedudukan, pengetahuan, dan teman
hidup lawan jenis.
Pemahaman yang komlprehensif
tentang manusia ini disepakati oleh para ahli didik sebagai hal yang amat
penting dalam rangka merumuskan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan
rumusan tujuan pendidikan, materi pendidikan, dan metode pendidikan.
Dengan demikian kita dapat
merumuskan tujuan pendidikan dengan ungkapan bahwa pendidikan adalah upaya
membina jasmani dan rohani manusia dengan segenap potensi yang ada pada
keduanya secara seimbang sehingga dapat dilahirkan manusia yang seutuhnya. Dengan demikian kita dapat merumuskan materi
pendidikan dengan ungkapan bahwa materi pendidikan harus berisi bahan-bahan
pelajaran yang dapat menumbuhkan mengarahkan, membina dan mengambangkan
potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah tersebut secara seimbang. Pelajaran agama misalnya ditujukan untuk
membina sikap keberagamaan; pelajaran matematika ditujukan untuk membina
potensi berpikir; pelajaran sejarah ditujukan untuk membina potensi bermasyarakat,
dan seterusnya. Dengan pemahaman
terhadap manusia itu pula kita dapat merumuskan metode pendidikan dengan
ungkapan bahwa metode pendidikan harus bertolak dari kecenderungan
manusia. Manusia misalnya memiliki
kecenderungan senang meniru, mendengarkan cerita, disanjung dan sebagainya. Dengan demikian metode pendidikan dapat
dilakukan dengan memberikan teladan, membacakan cerita, memberikan pujian dan
sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar