Alkisah, seorang Sultan sedang berparade di
jalan-jalan utama kota Istanbul, dengan dikelilingi para pengawal dan
tentaranya. Seluruh penduduk kota datang untuk melihat sang Sultan. Semua orang
memberikan hormat ketika Sultan lewat, kecuali seorang darwis yang amat
sederhana.
Sang Sultan segera menghentikan paradenya dan menyuruh tentaranya untuk
membawa darwis itu menghadap. Ia menuntut penjelasan mengapa darwis itu tak
memberikan penghormatan kepadanya ketika ia lewat.
Darwis itu menjawab, "Biarlah semua orang ini menghormat kepadamu.
Mereka semua menginginkan apa yang ada padamu; harta, kedudukan, dan kekuasaan.
Alhamdulillah, segala hal ini tak berarti bagiku. Lagipula, untuk apa saya
menghormat kepadamu apabila saya punya dua budak yang merupakan
tuan-tuanmu?"
Semua orang di sekelilingnya ternganga. Wajah sang Sultan memerah karena
marah. "Apa maksudmu?" bentaknya.
"Kedua budakku yang menjadi tuanmu adalah amarah dan
ketamakan," ujar darwis itu tenang seraya menatap kembali kedua mata
Sultan. Sultan itu pun tersadar akan kebenaran ucapan orang itu dan ia balik
menghormat sang darwis.
Sumber: The Illustrated Rumi; A Treasury of
Wisdom from The Poet of Soul, Harper Collins, New York, 2000. dan Cinta Bagai
Anggur, Uraian Hikmah Seorang Guru Sufi di Amerika, karya Syaikh Muzaffer Ozak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar