KH.
Jalaluddin Rakhmat
Salah
seorang “bintang” sufi terbesar dalam sejarah bernama Abu Ali Al-Fudhail bin ‘Iyadh.
Ia lebih terkenal dengan nama Fudhail . Fudhail semula adalah seorang perampok
yang merampas harta orang-orang di pertengahan jalan. Ia seorang highway man
yang merampok pejalan yang sedang berdagang antara Merf dan Baward. Yang
menarik dari Fudhail ialah bahwa di tengah kejahatan yang ia lakukan, ia lebih
memilih untuk merampas harta benda orang yang kaya. Ia tak pernah mengambil
harta benda orang yang miskin. Ia juga sering membagikan kekayaan yang
dirampoknya untuk membantu orang miskin. Fudhail bin ‘Iyadh adalah sejenis
Robin Hood di masa lalu.
Pada
suatu saat, Fudhail mencegat satu rombongan orang. Salah seorang yang
dihadangnya kebetulan seorang pembaca Al-Quran dan ia sedang membaca ayat: Apa
belum datang masanya bagi orang yang beriman agar hati mereka takut kepada
Tuhan? (QS. ) Hati Fudhail menjadi lembut. Dia tinggalkan pekerjaan yang selama
ini ia geluti. Ia kembalikan barang-barang yang pernah dirampoknya kepada
orang-orang yang masih dia kenali. Kemudian Fudhail berguru kepada Imam Abu Hanifah
untuk belajar hadis, ulumul Quran, dan fiqih. Kelak, dia pun dikenal sebagai
salah seorang perawi hadis di dalam Shahih Bukhari. Dalam fiqih, dia mengikuti
mazhab Abu Hanifah. Dan dalam tasawuf, dia mengikuti tradisi para sufi
sebelumnya.
Yang
akan saya ceritakan pada tulisan ini adalah pertemuan Fudhail dengan penguasa
saat itu, Harun Al-Rasyid. Fadhl bin Rabi’ mengisahkannya untuk kita: Aku
menyertai Harun Al-Rasyid ke Mekkah. Setelah kami melaksanakan ibadah haji,
Harun berkata kepadaku, “Ya Fadhl, apakah di sini ada hamba Allah yang bisa aku
kunjungi?” Aku menjawab, “Ya. Namanya Abdul Razak Al-Shan’ani.” Kami pergi ke
rumahnya dan berbincang sebentar lalu kami pamit. Harun menyuruhku bertanya
kepadanya apakah ia punya utang-utang. Ia menjawab, “Ya.” Dan Harun
memerintahkan agar utang-utang itu dibayar. Setelah berada di luar, Harun, sang
khalifah, berkata kepadaku, “Fadhl, aku masih ingin bertemu orang yang lebih
besar daripada orang ini.” Lalu ia mengajakku menemui Sufyan bin Uyainah.
Pertemuannya berakhir sama seperti peristiwa sebelumnya.
Harun
berkata, “Aku ingat bahwa Fudhail bin ‘Iyadh ada di sini. Marilah kita pergi
menemuinya.” Kami pun menjumpainya di kamar atas sedang membaca ayat suci
Al-Quran. Ketika kami mengetuk